TUGAS
SOFTSKILL
PERSPEKTIF
ETIKA BISNIS MENURUT ISLAM DAN BARAT
Disusun oleh :
Ananda Chania Pratama
3EA43
10214988
ETIKA BISNIS
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
1. Pendahuluan
1.1. Latar
Belakang
Etika adalah
bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang nilai,
norma atau moralitas. Dengan demikian, moral berbeda dengan etika. Norma adalah
suatu pranata dan nilai mengenai baik dan buruk, sedangkan etika adalah
refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk.
Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian
kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk apa alasan pikirannya, merupakan
lapangan etika.
Pada dasarnya etika (nilai-nilai dasar)
dalam bisnis berfungsi untuk menolong pebisnis (dalam hal ini pedagang) untuk
memecahkan problem-problem (moral) dalam praktek bisnis merek.
Bisnis merupakan keseluruhan yang kompleks pada
bidang-bidang industri dan penjualan, industri dasar, prosesnya, industri
manufaktur dan jaringan, insuransi, perbankan, distribusi, transportasi dan
lainnya yang kemudian masuk secara menyeluruh dalam dunia bisnis. Tujuannya
memperoleh keuntungan bagi yang mengusahakannya.
Banyak perusahaan menyakinan prinsip bisnis
yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan
berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah – kaidah etika sejalan
dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika bisnis dapat menjadi standar dan
pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai
pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari – hari dengan dilandasi moral yang
luhur, jujur, transparan, dan sikap yang professional. Seiring dengan munculnya
masalah pelanggaran etika dalam bisnis menyebabkan dunia perdagangan menuntut
etika dalam berbinis segera dibenahi tatanan ekonomi dunia semakin membaik.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa
prinsip – prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat
interaktif. Seiring dengan munculnya masalah pelanggaran etika dalam bisnis
menyebabkan dunia perdagangan menuntut etika dalam berbisnis segera dibenahi
agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik.
Ada beberapa padangan tentang sumber etika
bisnis yang berlaku atau yang diterapkan saat ini. Diantara beberapa sumber padangan
tersebut yang sangat umum ialah etika bisnis berdasarkan ajaran islam dan etika
bisnis berdasarkan kebudayaan barat. berdasarkan uraian tersebut maka pada
kesempatan kali ini akan dibahas tentang Perspektif etika bisnis menurut Islam
dan barat.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan etika bisnis
?
2.
Apakah itu etika bisnis menurut
perspektif Islam ?
3.
Apakah itu etika bisnis menurut
Perspektif Barat ?
1.3. Tujuan
Untuk dapat mengetahui perbedaan etika bisnis
menurut Perspektif Islam dan Barat
2. Landasan Teori
2.1. Pengertian
Etika Bisnis
Etika bisnis adalah
cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga
masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara
adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan
individu ataupun perusahaan di masyarakat.
2.2. Definisi
Etika Bisnis dalam Perspektif Islam
Etika bisnis
merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam
institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis yang semuanya
berlandaskan/bersumber pada Al – Qur’an serta Hadist. Pembahasan
tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-prinsip
dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar yang ada didalam kandungan ayat –
ayat Al – Qur’an dan Hadist, hanya dengan cara itu selanjutnya
seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis. Etika dan
Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum
terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika
bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis
masalah-masalah etis dalam bisnis.
Sistem
etika dalam Islam mengajarkan
kesatuan hubungan antar manusia dengan Penciptanya. Kehidupan totalitas duniawi
dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang jelas yaitu Al-Qur'an dan
Hadis.
Dengan
demikian, etika bisnis dalam
islam memposisikan dalam
menjalankan bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk
mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual
dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi
bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi
dan sosial dihadap masyarakat, Negara dan Allah swt. Dalam islam juga menganjurkan untuk
berbisnis dibidang yang di ridhaan Allah Swt.
2.2.1. Dasar Hukum
1. Al Baqarah :
282
Yang artinya: Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.
janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu;dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. Bermuamalah
ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan
sebagainya.
2. An Nisa' : 29
Yang artinya :Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan
membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri,
karena umat merupakan suatu kesatuan.
3. At Taubah : 24
Yang artinya: Katakanlah:
"Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari
Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik.
4. An Nur : 37
Yang artinya : laki-laki yang
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan
zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang.
5. As Shaff : 10
Yang artinya : Hai orang-orang
yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat
menyelamatkanmu dari azab yang pedih?.
2.2.2. Panduan Rasulullah Tentang Etika
Bisnis Dalam Perspektif Islam
1. Bahwa prinsip
esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran
merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat
intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau
bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai
aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa
yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim).
Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para
pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian
atas.
2. Kesadaran
tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak
hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang
diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada
sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis.
Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari
kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3. Tidak melakukan
sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis
melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis
riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu,
barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis
riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi
orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya
nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah palsu dalam
kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan
pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari,
bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak
berkah.
4. Ramah-tamah.
Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi
Muhammad Saw mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang
ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan
Tarmizi).
5. Tidak boleh
berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli
dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan
bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk
menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang
lain untuk membeli).
6. Tidak boleh
menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw
bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk
menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7. Tidak melakukan
ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu,
dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun
diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
8. Takaran, ukuran
dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat
harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang yang
curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta
dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi” ( QS. 83: 112).
9. Bisnis tidak
boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang
tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan
shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati
dan penglihatan menjadi goncang”.
10. Membayar upah
sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah
upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini
mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran
upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
11. Tidak monopoli.
Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan
oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu
tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan
isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk
keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini
dilarang dalam Islam.
12. Tidak boleh
melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat
merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan
melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan)
politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen
minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk
bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang
justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
13. Komoditi bisnis
yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti
babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya
Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R.
Jabir).
14. Bisnis
dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang
batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara
kamu” (QS. 4: 29).
15. Segera melunasi
kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang
memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik
kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
16. Memberi
tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi
Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang
atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada
hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17. Bahwa bisnis
yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang
yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS.
al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang
yang kesetanan(QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan
perang terhadap riba.
2.3. Tujuan
Umum Etika Bisnis Menurut Perspektif Islam
Dalam hal ini,
etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah
aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa
etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku
bisnis,
beberapa hal
sebagai berikut :
1. Membangun kode
etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam
kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi
pelaku bisnis dari resiko.
2. Kode ini dapat
menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama
bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan diatas
segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3. Kode etik ini
dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang
muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4. Kode etik dapat
memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara
sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja.
5. Sebuah hal yang
dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka
semua.
2.4. Ketentuan
Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan
sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan
aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi
keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan
yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan
keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar
pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun
horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat
adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim.
Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang
yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang
selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda
kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah
kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan
mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam
bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk
berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai
orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.
3. Kehendak Bebas
(Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting
dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan
kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan
pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja
dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus
menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan
adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak
dan sedekah.
4. Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal
yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya
pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan
kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip
ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa
yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang
dilakukannya.
5. Kebenaran
kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain
mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur
yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan
sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi)
proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya
meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika
bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya
kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian
dalam bisnis.
2.5. Definisi Etika Bisnis Dalam
Perspekif Barat
Pemaparan
pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung memperlihatkan
perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang berubah-ubah dan bersifat
sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan.
Lahirnya
pemikiran etika biasanya didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang
diyakini para pencetusnya. Pengaruh ajaran agama kepada model etika di Barat
justru menciptakan ekstremitas baru dimana cenderung merenggut manusia dan
keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang sangat mengemukakan
rasionalisme dan keduniawian. Dalam sistem
etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
1. Teleologi
Teori yang dikembangkan oleh Jeremy
Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua konsep yakni :
Pertama, konsepUtility (manfaat) yang kemudian disebut
Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada konsep ini
dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai
hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu
yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi
banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika sesuatu
itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua, teori Keadilan Distribusi (Distribitive
Justice) atau keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari
teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis apabila menjunjung keadilan
distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep Fairness. Yakni konsep yang
memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat
beretika apabila berakibat pada pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan
beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode distribusinya. Distribusi
sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai
jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan kerjasama antar anggota
masyarakat.
2. Deontologi
Teori yang dikembangkan oleh Immanuel
Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan
prinsip-prinsip universal, bukan "hasil" atau "konsekuensi"
seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya
tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik.
Dalam teori ini terdapat dua konsep,
yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori ini
bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau diterima, akan
tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini
adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia
sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur,
mura hati, dsb sebagai keseluruhan.
Kedua, Hukum Abadi (Eternal Law),
dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran
kitab suci dan alam.
3. Hybrid
Dalam teori ini terdapat lima teori,
meliputi :
·
Personal Libertarianism
Dikembangkan
oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etika diukur bukan dengan keadilan
distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua
terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori
ini percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan
individu.
·
Ethical Egoism
Dalam teori
ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan
individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau
kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik,
atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
·
Existentialism
Tokoh yang
mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku
tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah atau
benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika
yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
·
Relativism
Teori ini
berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung
dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria
universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria
sendiri-sendiri dan berbeda setiap budaya dan negara.
·
Teori Hak (right)
Nilai dasar
yang dianut dalam teori ini adalah
kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan
memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.
3. Pembahasan
3.1. Analisis
3.1.1.
Perbedaan
Etika Bisnis Menurut Perspektif Islam dan Barat
Etika Bisnis Menurut Perspektif
Islam
|
Etika Bisnis Menurut Perspektif
Barat
|
Etika
bisnis Islam bersumber dan berlandasan dari Al-Qur’an dan hadist, serta etika
bisnis dalam islam juga berdasarkan prilaku – prilaku yang dilakukan oleh
nabi Muhammad Saw dalam melakukan kegiatan perniagaannya.
|
Etika
bisnis barat bersumber pada konsep moral bernuansa filsafat yang sangat
kental dan daya pikir manusia yang menurutnya baik.
|
Etika
bisnis dalam perspektif Islam menganjurkan untuk melakukan kegiatan bisnis
dibidang yang di ridhain Allah Swt, dan menjauhi kegiatan bisnis di bidang
yang dilarangnya.
Contohnya : Dilarang berbisnis makanan yang haram,
dilarang melakukan riba.
|
Perspektif
etika bisnis barat, tidak ada anjuran yang melarang bidang bisnis tertentu,
yang penting baik bagi pemikiran orang banyak dan dapat memperoleh keuntungan
bagi sang pemilik.
Contohnya
: membiarkan bisnis riba, membiarkan adanya bisnis yang berbau pornografi dan
lain – lain.
|
Perspektif
etika bisnis Islam melarang dalam melakukan kegiatan bisnis dilarang melakukan
eksploitasi sumber daya alam secara berlebih, lebih – lebih hanya untuk
keuntungan diri sendiri tanpa memikirkan dampak terhadap lingkungan dan warga
sekitar yang berada di sekitarnya. Dan pada akhirnya hanyalah menimbulkan
kerusakan.
|
Membebaskan
eksploitasi kekayaan bumi (minyak, emas, dll) secara besar – besar yang
dilakukan oleh perusahaan besar. Contohnya : kasus Freeport.
|
Dalam
perspektif Islam, menganjurkan dalam menjalankan bisnisnya tidaklah untuk memprioritaskan
agar dapat memperoleh keuntungan maksimal, tetapi dalam menjalankan bisnis
bermotiflah untuk mendapat ridha Allah Swt (benar, jujur, adil, dan tidak
merugikan pihak lain). Intinya dalam menjalankan bisnis janganlah bernafsu
untuk dapat memperoleh keuntungan
maksimal saja, tetapi harus berdasarkan jalan yang ridhain Allah Swt. Sehingga
dalam menjalankan bisnis kita tidak menghalalkan segala cara, walaupun
niatnya baik. Dengan cara itu semua pihak tidak akan merasa ada yang
dirugikan.
|
Dalam
manjalankan bisnis sangat memprioritaskan atau bermotif mencari untung
sebesar – besarnya.
|
Dalam
perspektif Islam, mewajibkan manusia akif dalam kegiatan muamalah sebagai
proses tazkiyah sesuai tuntutan Al-Qur’an
|
Dalam
perspektif barat, lebih mengedepankan keduniawian dengan dukungan
rasionalitas.
|
Dalam
perspektif Islam, bisnis yang beretika ialah bisnis yang mengedepankan homo
homini socius (manusia adalah kawan sesamanya), pesaingan hendaknya partner
terbaik dalam menjalankan bisnisnya.
|
Dalam perspektif barat, dalam
bisnis beranggapan homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi
sesamanya), pesaing adalah lawan yang harus dikalahkan.
|
Etika bisnis dalam perspektif
Islam menekankan aksioma yaitu kesatuan, keseimbangan, kebebasan, tanggung
jawab, kebijakan dan kejujuran.
|
Dalam perspektif barat, melahirkan
suatu bisnis dengan semangat kapitalisme dan sosialisme.
|
4. Penutup
4.1. Kesimpulan
Etika bisnis menurut perspektif Islam merupakan aplikasi
pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi,
teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis yang semuanya
berlandaskan/bersumber pada Al – Qur’an serta Hadist. Dalam perspektif Islam menjalankan sebuah bisnis harus
sesuai syariat Islam dan tidak hanya berharap untuk mencari keuntungan saja,
tetapi berharap juga agar mendapat ridha dari Allah Swt (menjauhi segala bentuk
bisnis yang dilarangnya dan menerapkan prinsip – prinsip bisnis yang
dianjurkannya).
Etika bisnis menurut perspektif barat
merupakan suatu etika bisnis yang bersumber pada konsep moral bernuansa
filsafat yang sangat kental dan daya pikir manusia yang menurutnya baik. Dalam
perspektif barat tidak ada larangan – larangan bidang bisnis yang dilarang,
asalkan menurut pandangan dan pemikiran masyarakat banyak yang berada
diwilayahnya baik maka bisnis itu layak untuk dijalankan. Etika bisnis menurut
perspektif barat hanyalah berpegangan pada motif bagaimana dapat memperoleh
untung semaksimal mungkin. Dalam etika bisnis menurut perspektif barat
beranggapan bahwa pesaing dalam sebuah bisnis ialah lawan yang harus atasi atau
ditaklukan.
Daftar Pustaka :
·
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI.
1985
·
Ahmad, Mustaq Etika Bisnis dalam Islam. (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar)2001
·
ttps://melvinaliciouz.wordpress.com/2012/03/27/etika-bisnis-dan-perkembangannya/
·
https://janetfuyoko.wordpress.com/2016/10/26/perspektif-etika-bisnis-dalam-ajaran-islam-dan-bara-etika-profesi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar